sesekali kucoba tuk menatap masa lalu
namun hatiku seakan suram melihat kegundahan itu
hingga sekarang kegundahan itu merenggut pikiranku
Ya Allah. .
sampaikan do'aku pada tujuan
hati rela untuk menunggu
menunggu kebahagian masa depan (semoga seperti yang aku ingini)
Ya Allah. .
aku tak kuasa menahan kegundahan ini
haruskah aku merelakan kuberdosa pada pendidikku sedari lahir?
Ya Allah. .
aku tak mau itu, ,
aku ingin restu
aku hanya ingin cinta, kasih, sayang
aku hanya ingin bahagia dunia, akhirat dengan pilihanku
haruskah alasan tak logis memisahkan kita? (kumohon jangan)
Ya Allah. .
tunjukan kuasaMu
RidhoMu, Ridho orang tuaku
sabar menanti sang cahaya cerah
menggapai bahagia
amiiin
tembemm's blog
Selasa, 03 Juli 2012
Senin, 11 Juni 2012
makalah pengantar studi islam (sewa rahim menurut pandangan MUI, NU, dan MUHAMMADIYAH)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sewa rahim adalah menanam ovum seorang
wanita yang subur bersamaan dengan sperma suaminya didalam rahim wanita lain
dengan balasan sejumlah uang atau tanpa balasan karena berbagai sebab,
diantaranya, rahim pemilik ovum tidak baik untuk hamil, atau ketiadaan rahim
bersamaan dengan adanya dua sel telur yang subur atau salah satunya, atau
karena pemilik ovum ingin menjaga kesehatan dan kecantikannya dan sebagainya
dari beberapa motif yang ada.
Hal ini diharamkan.
Sebagai agama yang syaamil Islam selalu
bisa memposisikan syariatnya sejalan dengan segala realita zaman. Bahkan dimasa
kemajuan fiqih Islam, para ulama di masa tersebut telah meletakkan panduan
hukum terhadap segala fenomena yang belum terjadi atau di dalam fiqih Islam
disebut dengan fiqhul iftiradhy[1].
Hal ini dengan sendirinya membantah pandangan yang menyatakan bahwa syariat
Islam tidak sesuai dengan zaman. Islam bukanlah agama yang jumud atau terbatas.
Tetapi Islam adalah agama yang fleksibel dan selalu dapat menempatkan
syariatnya sesuai dengan zaman. Sebagai agama yang komplit dengan segala aturan
hukumnya maka tidaklah pantas kita menyalahkan Islam ketika sesuatu fenomena
atau realita yang bertenangang dengan konsep Islam ditolak oleh para ulama. Namun
kita harus bisa mengorekasi dimana letak kesalahan fakta tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Sewa Rahim
a. Pengertian Sewa
Rahim Secara Bahasa
Yaitu kata “sewa” berarti pemakaian
(peminjaman) sesuatu dengan membayar uang. Sedangkan arti kata “rahim” yaitu
kandungan. Jadi pengertian sewa rahim menurut bahasa adalah pemakaian atau
peminjaman kandungan dengan membayar uang atau dengan pembayaran suatu imbalan.
b. Pengertian Sewa
Rahim Secara Istilah
Menurut istilah adalah menggunakan
rahim wanita lain untuk mengandungkan benih wanita (ovum) yang telah
disenyawakan dengan benih laki-laki (sperma) yaitu pasangan suami istri, dan
janin itu dikandung oleh wanita tersebut sampai lahir kemudian suami istri itu
yang ingin memiliki anak akan membayar dengan sejumlah uang kepada wanita yang
menyewakan rahimnya.
c. Pengertian Sewa
Rahim Menurut Pandangan Kesehatan
Sewa rahim atau rahim
pinjaman sering disebut juga surrogate mother (Ibu pengganti), yaitu seorang
wanita yang mengadakan perjanjian dengan pasangan suami istri yang mana si
wanita bersedia mengandung benih dari pasangan suami istri infertil tersebut
dengan imbalan tertentu.
d. Pengertian Sewa
Rahim Menurut Pandangan Islam. Oleh Radin Seri Nabahah yaitu perwalian dalam
nikah, dan sebagainya.[2]
2.
Sebab Atau Tujuan Sewa Rahim
Terdapat beberapa alasan yang akan menyebabkan sewa rahim
dilakukan:
1.
Seorang wanita tidak mempunyai harapan
untuk mengandung secara biasa karena ditimpa penyakit atau kecacatan yang
menghalangnya dari mengandung dan melahirkan anak.
2.
Rahim wanita
tersebut dibuang karena pembedahan.
3.
Wanita tersebut ingin memiliki anak
tetapi tidak mau memikul beban kehamilan, melahirkan, menyusukan anak, karena
ingin menjaga kecantikan tubuh badannya dengan mengelakkan dari terkesan akibat
kehamilan.
4.
Wanita yang
ingin memiliki anak tetapi telah putus haid (monopause).
5.
Wanita yang ingin mencari pendapatan
dengan menyewakan rahimnya kepada orang lain.[3]
3.
Bentuk-bentuk sewa rahim yaitu:
Adapun bentuk-bentuk sewa rahim, yaitu:
a)
Benih isteri (ovum) disenyawakan dengan
benih suami(sperma), kemudian dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Kaedah ini
digunakan dalam keadaan isteri memiliki benih yang baik, tetapi rahimnya
dibuang karena pembedahan, kecacatan yang teruk, akibat penyakit yang kronik
atau sebab-sebab yang lain.
b)
Sama dengan
bentuk yang pertama, kecuali benih yang telah disenyawakan telah dibekukan dan
dimasukkan ke dalam rahim ibu tumpang selepas kematian pasangan suami isteri
itu.
c)
Ovum isteri
disenyawakan dengan sperma lelaki lain (bukan suaminya) dan dimasukkan ke dalam rahim
wanita lain. Apabila suami mandul dan isteri ada gangguan kehamilan.
d)
Sperma suami
disenyawakan dengan ovum wanita lain, kemudian dimasukkan ke dalam rahim wanita
lain. Keadaan ini berlaku apabila isteri ditimpa penyakit pada ovari dan
rahimnya tidak mampu memikul tugas kehamilan, atau isteri telah mencapai tahap
putus haid (menopause).
e)
Sperma suami
dan ovum isteri disenyawakan, kemudian dimasukkan ke dalam rahim isteri yang
lain dari suami yang sama.[4]
4. Akibat atau
Pengaruh sewa Rahim
Adapun akibat atau pengaruh dari sewa rahim, yaitu:
a. Memaksa wanita
untuk mendermakan rahimnya.
b. Membunuh rasa keibuan, setelah
mengandung dengan susah payah.
c. Terjadinya percampuran nasab ketika
suami wanita pemilik rahim menggauli istrinya.
d. Perselisihan dalam menetapkan
nasab.
e. Perrselisihan ketika ibu
pengganti menolak menyerahkan bayi kepada pemilik ovum.
f. Permasalahan ketika ibu
pengganti merupakan ibu atau saudara pemilik ovum.
g.
Ketimpangan dalam perkawinan si anak
selanjutnya jika ibu pengganti menyewakan rahimnya lebih dari sekali.
h. Menimbulkan kerusakan dan fitnah
ketika hamilnya ibu pengganti yang tidak bersuami.[5]
5. Sewa rahim
menurut pandangan Islam, kesehatan dan para ulama
a. Menurut
pandangan Islam
Dalam hal ini para ulama telah sepakat tentang
pengharaman sewa rahim dalam keadaan berikut: menggunakan rahim wanita lain
selain isteri, percampuran benih antara suami dan wanita lain, percampuran
benih isteri dengan lelaki lain, atau memasukkan benih yang disenyawakan
selepas kematian suami isteri, sebagaimana pendapat Syekh Jad Al-Haq Ali Jad
Al-Haq, Syekh Al-Azhar bahwa hal tersebut hukumnya haram, karena akan
menimbulkan percampuradukkan nasab. Argumen yang dikemukakan para ulama antara lain:
a.
Praktek di atas identik dengan nikah
istibdha’ atau zina walaupun keadaan sperma sudah dibuahi (tidak menyendiri)
seperti diungkapkan oleh Dr. Jurnalis Udin: "Memasukan benih ke dalam
rahim wanita lain sama dengan bersetubuh dengan wanita itu.”
b.
Qaidah usul mengatakan, "Al-Ashlu
Fil Ibdha’ Al-Tahrim" (Pada dasarnya dalam urusan kelamin (percampuran)
hukumnya haram). Kontrak rahim termasuk meletakan sperma pada sebuah rahim yang
tidak halal baginya. Sedangkan perempuan yang rahimnya dikontrakkan jelas bukan
isterinya. Sperma dari siapapun kecuali sperma suaminya, haram dimasukkan ke
dalam rahimnya.
c.
Dalam surat
Al-Maarij ayat 31 Allah berfirman: "Maka barangsiapa yang menghendaki
selain yang demikian itu (bercampur kepada isterinya atau hamba sahaya yang
dimilikinya) maka mereka itu adalah orang-orang yang melewati batas.”[6]
b.
Menurut
pandangan kesehatan
Di indonesia sendiri tidak
mempersoalkan apakah benih itu berasal dari orang lain, tetapi lebih kepada
apakah anak itu lahir dari perkawinan yang sah. dengan kata lain seorang anak
yang lahir diakui hanya dari ikatan perkawinan yang sah, tanpa mempersoalkan
bagaimana terjadinya hal itu (dari siapa benihnya dan bagaimana caranya). Tetapi di lain
pihak, analisis dan tes DNA sering dipakai juga untuk menentukan siapa orangtua
si anak. Hal ini terjadi
pada kasus laki-laki yang tidak mau bertanggung jawab terhadap kehamilan
seorang wanita.
Jika salah satu donor (sel sperma atau
sel telur) bukan berasal dari pasangan suami istri yang sah, di indonesia hal
itu masih dilarang.
Secara hukum, juga secara agama. secara moral itu disamakan dengan
perzinaan, dan anak yang lahir tidak diakui secara hukum dan agama.
c. Menurut
pandangan ulama
Indonesia
Menurut Prof Sulaiman, Ketua MUI
Provinsi Jambi di sela pembukaan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI Ke-2 di Ponpes
Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur, 25-28 Mei 2006. Mantan rektor
IAIN Sultan Toha ini menjelaskan, tindakan meletakkan sperma ke dalam rahim
wanita yang bukan istrinya adalah dilarang.
Dr. Muhammad Na’im Yasin, Dr. Abdul
Hafidz Hilmi, Dr. Musthafa Al-Zarqa, Dr. Zakaria Al-Bari, Dr. Muhammad
As-Surthowi Dekan fakultas syari’ah Jordan dan lain-lain. Mereka berpendapat
ibu sejati yang dinasabkan anak padanya ialah ibu pemilik benih, manakala ibu
yang mengandung dan melahirkan itu diibaratkan ibu susuan yang tidak dinasabkan
anak padanya, sekedar diqiyaskan dengan hukum susuan. Pendapat ini dibina atas
dasar bahwa persenyawaan antara benih suami istri yang diikat oleh ikatan
perkawinan yang sah, maka janin itu dinasabkan kepada
mereka.
Pada keputusan ijtima’ ulama komisi
fatwa se-Indonesia kedua tahun 2006, menjelaskan bahwa transfer embiro ke rahim
titipan hukumnya adalah:
1.
Transfer
embiro hasil inseminasi buatan antara sperma suami dan ovum isteri yang ditempatkan
pada rahim wanita lain hukumnya tidak boleh (haram)
2.
Transfer embiro hasil inseminasi buatan antara
sperma suami dan ovum isteri yang ditempatkan pada rahim wanita lain yang
disebabkan suami dan/atau isteri tidak menghendaki kehamilan hukumnya haram.
3.
Status
anak yang dilahirkan dari hasil yang diharamkan pada point 1 dan 2 di atas
adalah anak dari ibu yang melahirkannya.[7]
d. Menurut ulama’ NU dan Muhammadiyah
a. Menurut Ulama
NU dalam sidang komisi masail diniyah disela-sela muktamar ke-29 yang
berlangsung di pondok cipasung tasikmalaya, memutuskan: “Penolakan tegas
terhadap praktek penyewaan sewa rahim untuk kepentingan inseminasi buatan.
Praktek ibu titipan tersebut dinyatakan haram dan tidak sah”. Hal ini berdasarkan
sabda Rasulullah SAW yang
diriwayatkan Imam Abu Daud, sebagai berikut:
لاَ يَحِلُّ لاِمْرِئٍ يُؤْمِنُ
بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ أَنْ يَسْقَى مَاءَهُ الزَرْعَ غَيْرِهِ
Artinya: “Tidak
halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk menyiramkan
spermanya ke dalam rahim orang lain”.
b. Menurut Ulama Muhammadiyah dalam
muktamarnya pada tahun 1980 yang kemudian di realisasikan pada tahun 1987 mengecam
keras pembuahan buatan, bayi tabung, seleksi jenis kelamin anak transfer embiro
ke rahim titipan. Hal tersebut atas dasar hukum Hadist Rasulullah SAW.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Setelah pembahasan makalah di atas, kami dapat
menyimpulkan bahwa:
a.
Sewa rahim merupakan suatu praktek
penyelenggaraan peminjaman dan pemakaian atau pemanfaatan fungsi kandungan
untuk pengembangan embrio menjadi janin hingga terlahirnya seorang bayi dari
rahim ibu titipan (sewaan) dengan pembayaran sejumlah uang atau dengan suatu
imbalan.
b.
Dari Perspektif hukum islam baik NU dan MUHAMMADIYAH tentang sewa
rahim dinyatakan haram karena melanggar hukum islam.
c.
Dapat disimpulkan bahwa praktek sewa
rahim ini akan menimbulkan kemudharatan yang jauh lebih banyak dari pada manfaat
yang didapat. Adapun status seorang anak yang dihasilkan dari sewa rahim dengan
menggunakan sperma dan ovum dari pasangan suami-isteri kemudian
ditranplantasikan ke dalam rahim wanita lain adalah sama dengan anak zina.
Sedangkan ibu yang sebenarnya dari anak yang dilahirkan adalah wanita pemilik
ovum.
B. Saran
Dalam masalah ini perlu adanya kematangan sikap dan pemahaman
terhadap permasalahan yang berkaitan terhadap aspek-aspek hukum islam yang erat
kaitannya dengan penyelenggaraan sewa rahim. Adapun akibat-akibat hukum yang akan
ditemui dalam permasalahan sewa rahim ini antara lain adanya
kesulitan-kesulitan yang timbul baik menyangkut soal agama, hukum, moral dan
etika, juga akibat psikologis yang menyangkut mental orang tua (ibu pengganti)
dan anak terlahir nantinya. Untuk itu solusi yang dapat dilakukan oleh pasangan
suami istri yang sangat menginginkan untuk memperoleh anak bisa dilakukan
dengan mengasuh anak atau si suami menikah lagi, hal ini justru mengantisipasi
kesan negatif dan akan mengangkat harkat dan martabat wanita sebagai ibu secara
kodrati.
DAFTAR PUSTAKA
Adib Bisri, Moh.Terjemah Al faraidul
Bahiyah Risalah Qawaid Fiqh.Kudus: Menara Kudus, 1977.
http://www.indomedia.com/Bpost/052006/26/depan/utama6.htm.
Rasyid, Muhammad Hamdan, K.H., DR. Fiqih Indonesia
Himpunan Fatwa-Fatwa Aktual. Jakarta: Almawardi Prima, 2003.
Mahmud Syaltut, Al-Fatwa,
Cairo, Darul Qalam.
Syihab,Umar,
H, Dr, Prof. Hukum Islam dan Transformasi Pemikiran. Semarang: Toha
Putra Group, 1996.
Himpunan fatwa
majelis ulama Indonesia sejak 1975, penerbit erlangga,
2011.
[1]
Moh. Adib Bisrih, Terjemahan Al Faraidul Bahiyah Risalah
Qawaid Fiqh. Kudus: Menara Kudus, 1977.
[2] http://www.indomedia.com/Bpost/052006/26/depan/utama6.htm.
[3] Ibid.
[4]
Ibid.
[5]
Ibid.
[6]
Syaltut Mahmud, Al-Fatwa, Cairo:
Darul Qalam, n.d. hlm. 326-329.
[7] Himpunan fatwa majelis ulama Indonesia
sejak 1975, penerbit erlangga, 2011.
Minggu, 10 Juni 2012
komunikasi nonverbal
Pengertian
Komunikasi nonverbal adalah penciptaan dan
pertukaran pesan dengan tidak menggunakan kata-kata, seperti komunikasi yang
menggunakan gerakan tubuh , sikap tubuh, vokal yang bukan kata-kata, kontak
mata, ekspresi muka, kedekatan jarak dan sentuhan.
Deskripsi Historis Komunikasi Non
Verbal
Kajian pertama mengenai komunikasi
nonverbal ditemukan pada zaman Aristoteles sekitar 400 sampai 600 th sebelum
Masehi. Namun studi ilmiahnya yang berkaitan dengan retorika, baru dilakukan
pada zaman Yunani dan Romawi Kuno.
Karya Cicero Pronuntiatio atau cara
berpidato mungkin yang pertama kali memperlakukan komunikasi nonverbal secara
sistematis. Dari hasil karya Cicero ini, kemudian orang lain mengkaji pengaruh
bahasa nonverbal terhadap komunikasi dalam hampir keseluruhan situasi public
speaking.
Dalam tahun 1775, Joshua Steele
memusatkan kajiannya mengenai komunikasi nonverbal pada suara sebagai satu
instrumen atau pada suatu konsep yang disebut Prosody. Konsep dari Steele ini
menjelaskan bahwa bahasa dalam drama atau puisi dapat “dibaca” hampir seperti
notasi music. Kemudian pada tahun 1806, Gilbert Austin mengkonsentrasikan
kajiannya pada gerakan-gerakan badan yang dihubungkan dengan bahasa. Pendekatan
ini menghasilkan sebuah system yang disebut dengan elocutionary system dimana isyarat-isyarat yang “pantas” dipelajari
dan digunakan dalam pertunjukan drama. Elocutionary System adalah seni
deklamasi atau keahlian membaca/ mengucapkan kalimat dengan logat dan lagu yang
baik di muka umum.
Kajian yang lebih kompleks tentang
komunikasi nonverbal dikembangkan oleh Francois Delsarte. Delsarte
menggabungkan suara dan gerakan-gerakan badan sekaligus. Dalam kajiannya
tersebut, Delsarte berusaha meyakinkan bahwa pesan-pesan atau komunikasi secara
nonverbal merupakan “agen of the heart”.
Perbedaan
Komunikasi Verbal dengan Komunikasi Nonverbal
Ada
beberapa perbedaan mendasar antara komunikasi verbal dengan komunikasi
nonverbal, yaitu:
- Komunikasi verbal bersaluran
tunggal, nonverbal multisaluran
- Pesan verbal terpisah-pisah,
pesan nonverbal berkesinambungan
- Komunikasi nonverbal lebih
banyak mengandung muatan emosional dibanding komunikasi verbal
(Mulyana:2007)
Dale G.
Leathers (Rakhmat:2001) menyebutkan enam alasan mengapa pesan (komunikasi-red)
nonverbal sangat penting, yaitu:
1.
Sangat
menentukan makna dalam komunikasi interpersonal.
Ketika kita mengobrol atau
berkomunikasi tatap muka, kita banyak menyampaikan gagasan dan pikiran kita
lewat pesan-pesan non-verbal. Pada gilirannya orang lain pun lebih banyak
membaca pikiran-pikiran kita lewat petunjuk-petunjuk non-verbal. Menurut
Birdwhistell tidak lebih dari 30%-35% makna sosial percakapan atau interaksi
dilakukan dengan kata-kata, dan sisanya dilakukan dengan pesan non-verbal.
2. Perasaan dan emosi lebih cermat disampaikan
lewat pesan nonverbal.
Menurut Mahrabian (1967), hanya 7%
perasaan kasih sayang dapat dikomunikasikan dengan kata-kata. Selebihnya, 38%
dikomunikasikan lewat suara, dan 55% dikomunikasikan melalui ungkapan wajah
(senyum, kontak mata, dan sebagainya).
3.
Pesan
nonverbal menyampaikan makna dan maksud, relatif lebih bebas dari penipuan,
distorsi, dan kerancuan.
Pesan non-verbal jarang dapat diatur
oleh komunikator secara sadar. Misalnya sejak zaman prasejarah, wanita selalu
mengatakan “tidak” dengan lambing verbal, tetapi pria jarang tertipu. Mereka
tahu ketika “tidak” diucapkan, seluruh anggota tubuhnya menyatakan “ya”.
Kecuali aktor-aktor yang terlatih, kita semua lebih jujur berkomunikasi melalui
pesan non-verbal. Hal yang kadang kemudian terjadi adalah double binding dimana
ketika pesan non-verbal bertentangan dengan pesan verbal, orang pada akhirnya
akan bersandar pada pesan non-verbal.
4.
Mempunyai
fungsi metakomunikatif yang sangat diperlukan untuk mencapai komunikasi yang
berkualitas tinggi.
Fungsi metakomunikatif artinya
memberikan informasi tambahan yang memperjelas maksud dan makna pesan. Di atas
telah dipaparkan mengenai fungsi repetisi, substitusi, kontradiksi, komplemen,
dan aksentuasi. Semua ini menambah kadar informasi dalam penyampaian pesan.
5.
Merupakan
cara komunikasi yang lebih efesien.
Dari segi waktu, pesan verbal sangat
tidak efisien. Dalam paparan verbal selalu terdapat redundansi (lebih
banyak lambang dari yang diperlukan), repetisi, ambiguity, dan abstraksi.
Diperlukan lebih banyak waktu untuk mengungkapkan pikiran kita secara verbal
daripada secara nonverbal.
6.
Merupakan
sarana sugesti yang paling tepat.
Ada situasi komunikasi yang menuntut
kita untuk mengungkapkan gagasan atau emosi secara tidak langsung. Sugesti di
sini dimaksudkan menyarankan sesuatu kepada orang lain secara implicit.
Leathers (1976) menyatakan bahwa jika anda meminta pelayanan seksual dari anak di
bawah umur secara verbal, anda dapat menerima hukuman pernjara. Jika anda
melakuka hal yang sama secara non-verbal, anda bebas dari hukuman. Kita dapat
memuji seseorang secara verbal, tetapi mengecamnya secara non-verbal. Inipun
sulit dituntut secara hukum.
Fungsi
Komunikasi Nonverbal
Menurut
Arni Muhammad (2000), komunikasi nonverbal memiliki beberapa fungsi, yaitu:
1) Pengulangan
Komunikasi nonverbal biasanya digunakan sebagai pengulangan
dari apa yang telah dikatakan secara verbal.
2) Pelengkap
Tanda-tanda nonverbal dapat digunakan untuk melengkapi,
menguraikan atau memberikan penekanan terhadap pesan verbal.
3) Pengganti
Pesan nonverbal digunakan untuk menggantikan pesan verbal
dalam hal pesan verbal seperti pemicaraan tidak memungkinkan, tidak
diinginkan atau tidak tepat diucapkan.
4) Memberikan Penekanan
Tanda-tanda nonverbal digunakan untuk memberikan penekanan
terhadap kata-kata yang diucapkan.
5) Memperdayakan
Kadang-kadang tanda-tanda nonverbal sengaja diciptakan untuk
memberikan informasi yang salah, dengan maksud memberikan pengarahan yang tidak
benar atau untuk memperdayakan orang lain sehingga orang lain mungkin salah
dalam menafsirkan pesan tersebut.
Dengan
bahasa yang sedikit berbeda, namun dengan substansi yang sama, Mark L. Knapp,
(Rakhmat:2001) menyebut lima fungsi nonverbal, yaitu:
1) Repetisi, mengulang kembali gagasan
yang sudah disajikan secara verbal.
2) Substitusi, menggantikan
lambang-lambang verbal.
3) Kontradiksi, menolak pesan verbal atau memberi
makna lain terhadap pesan verbal.
4) Komplemen, melengkapi dan memperkaya makna
pesan nonverbal.
5) Aksentuasi, menegaskan pesan verbal atau
menggarisbawahinya.
Karakteristik
Komunikasi Nonverbal
Beberapa
karakteristik dari komunikasi nonverbal adalah:
1.
Kita
selalu berkomunikasi
2.
Arti
tergantung kepada konteks
3.
Komunikasi
nonverbal lebih dapat dipercaya
4.
Cara
utama dalam menyatakan perasaan dan sikap
Tipe
Komunikasi Nonverbal
Berikut
beberapa tipe komunikasi nonverbal:
1) Vokalik

a.
Kualitas
suara, berkenaan dengan pengontrolan vokal, turun naik suara, pengontrolan nada
suara, pengucapan kata dengan jelas, gema suara dan kecepatan berbicara.
b.
vokal, seperti tertawa, menangis, berbisik,
keluh kesah, menguap.
c.
Permberi
sifat vokal, intensitas, tinggi suara dan luas suara.
d.
Pemisahan
vokal seperti um, uh-huh dan perbedaan diam dan gangguan suara.
2) Bahasa badan
Yang termasuk kedalam kategori bahasa badan adalah:
a.
Ekspresi
muka
b.
Pandangan
mata
c.
Gestur
atau Gerakan Isyarat
d.
Sentuhan

a.
Jarak
yang menunjukkan keintiman
Jarak ini mulai dari kontak kulit
hingga sampai 18 Inchi. Jarak ini biasanya digunakan untuk interaksi dengan
orang-orang yang kita rasa dekat secara emosional dan untuk situasi yang lebih
bersifat pribadi, seperti memperlihatkan perasaan senang, kasih sayang, dan
perasaan melindungi.
b.
Jarak
pribadi atau personal
Jarak ini berkisar antara 45 cm
sampai 135 cm. Jarak pribadi ini biasanya diambil untuk melakukan percakapan
yang lebih bersifat pribadi.
c.
Jarak
social
Jarak sosial ini berkisar antara 135
cm sampai 4m. dalam jarak ini, bermacam-macam komunikasi dapat terjadi, salah
satunya yaitu komunikasi dalam bisnis. Termasuk di dalamnya komunikasi antara
penjual dan pembeli. Jarak sosial yang agak jauh seperti 2,25m sampai 4m
digunakan dalam situasi yang lebih formal dan tidak bersifat personal seperti
jarak yang biasa digunakan antara atasan dan bawahan dalam suatu organisasi.
d.
Jarak
umum
Jarak umum merupakan jarak yang
paling jauh dalam komunikasi, yaitu lebih dari 4m. Jarak umum terdekat yang
biasanya digunakan yaitu komunikasi antara guru di muka kelas dengan siswanya.
Jarak umum yang terjauh adalah 8 m yang menjadikan komunikasi dua arah sulit
dilakukan. Penggunaan jarak umum ini biasanya dilakukan dalam pembicaraan
kelompok yang agak banyak, serta dalam keadaan dimana orang tidak tertarik
untuk mengadakan dialog.
4) Penggunaan waktu
Bagaimana seseorang menggunakan waktunya, memberikan
informasi kepada orang lain tentang dirinya.
1. Karena interpretasi adalah karakteristik
yang kritis dalam komunikasi nonverbal, maka adalah sulit menyamakan tindakan
stimulus nonverbal tertentu dengan satu pesan verbal khusus.
2. Komunikasi nonverbal tidaklah
merupakan sistem bahasa tersendiri, tetapi lebih merupakan bagian dari
sistem verbal.
3. Komunikasi nonverbal dapat dengan mudah
ditafsirkan salah.
Beberapa
Pendekatan dalam Teori Komunikasi Nonverbal
Permulaan dari studi komunikasi nonverbal modern seringkali diidentifikasikan dengan karya Darwin: The Expression of Emotions in Man and Animals.
Teori komunikasi nonverbal kontemporer dapat digolongkan ke dalam tiga pendekatan yaitu:
1. Pendekatan
Etologi
Teori ini mendukung asumsi dasar Darwin bahwa komunikasi nonverbal bersifat universal dan memiliki kesamaan dalam berbagai kultur yang berbeda. Dengan demikian komunikasi nonverbal merupakan suatu fungsi alamiah. Sebagai tambahan, dikemukakan pula bahwa ekspresi emosi melalui komunikasi nonverbal adalah sama antara manusia dan hewan lainnya. Contoh etologis: senyuman dan ekspresi wajah.
Teori ini mendukung asumsi dasar Darwin bahwa komunikasi nonverbal bersifat universal dan memiliki kesamaan dalam berbagai kultur yang berbeda. Dengan demikian komunikasi nonverbal merupakan suatu fungsi alamiah. Sebagai tambahan, dikemukakan pula bahwa ekspresi emosi melalui komunikasi nonverbal adalah sama antara manusia dan hewan lainnya. Contoh etologis: senyuman dan ekspresi wajah.
a.
Teori
Struktur Kumulatif
Dalam teori ini Ekman dan Friesen memfokuskan analisisnya pada makna yang
diasosiasikan dengan kinesic yang disebut cumulative structure atau meaning
centered karena lebih banyak membahas makna yang berkaitan dengan gerak
tubuh dan ekspresi wajah ketimbang struktur perilaku yang kemudian disebut sbg
expressive behaviour yang terdiri dari lima kategori:
• Emblem: gerakan tubuh atau ekspresi wajah yang memiliki nilai sama dengan pesan verbal, yang disengaja, dapat berdiri sendiri tanpa bantuan pesan verbal. Contoh: setuju, pujian, ucapan selamat Jalan yang digantikan dengan anggukan kepala, acungan jempol dan lambaian tangan.
• Ilustrator: gerakan tubuh/ekspresi wajah yang mendukung dan melengkapi pesan verbal. Contoh: raut muka serius ketika memberikan penjelasan utk menunjukkan bhw yang dibicarakan adalah persolan serius, atau gerakan tangan yang menggambarkan sesuatu yang sedang dibicarakan.
• Regulator: tindakan yang disengaja yang biasanya digunakan dalam percakapan, misalnya mengenai giliran berbicara. Contoh: senyuman, anggukan kepala, tangan yg menunjuk, mengangkat alis, orientasi tubuh.
• Adaptor: tindakan yang disengaja, yang digunakan untuk menyesuaikan tubuh dan menciptakan kenyamanan bagi tubuh dan emosi. Terdapat dua sub kategori adaptor, yaitu: SELF (menggaruk kepala, menyentuh dagu/hidung) dan OBJECT (menggigit pinsil, memainkan kunci). Perilaku ini biasanya dipandang sbg refleksi kecemasan atau perilaku negative.
• Emosi atau affect display: yang dapat disengaja atau tidak, dapat menyertai pesan verbal maupun berdiri sendiri yang bentuknya: marah, menghina, malu, takut, gembira, sedih dan terkejut.Affect display yang berbeda dapat diungkapkan secara bersamaan disebut Affect Blend.
Dalam teori ini Ekman dan Friesen memfokuskan analisisnya pada makna yang
diasosiasikan dengan kinesic yang disebut cumulative structure atau meaning
centered karena lebih banyak membahas makna yang berkaitan dengan gerak
tubuh dan ekspresi wajah ketimbang struktur perilaku yang kemudian disebut sbg
expressive behaviour yang terdiri dari lima kategori:
• Emblem: gerakan tubuh atau ekspresi wajah yang memiliki nilai sama dengan pesan verbal, yang disengaja, dapat berdiri sendiri tanpa bantuan pesan verbal. Contoh: setuju, pujian, ucapan selamat Jalan yang digantikan dengan anggukan kepala, acungan jempol dan lambaian tangan.
• Ilustrator: gerakan tubuh/ekspresi wajah yang mendukung dan melengkapi pesan verbal. Contoh: raut muka serius ketika memberikan penjelasan utk menunjukkan bhw yang dibicarakan adalah persolan serius, atau gerakan tangan yang menggambarkan sesuatu yang sedang dibicarakan.
• Regulator: tindakan yang disengaja yang biasanya digunakan dalam percakapan, misalnya mengenai giliran berbicara. Contoh: senyuman, anggukan kepala, tangan yg menunjuk, mengangkat alis, orientasi tubuh.
• Adaptor: tindakan yang disengaja, yang digunakan untuk menyesuaikan tubuh dan menciptakan kenyamanan bagi tubuh dan emosi. Terdapat dua sub kategori adaptor, yaitu: SELF (menggaruk kepala, menyentuh dagu/hidung) dan OBJECT (menggigit pinsil, memainkan kunci). Perilaku ini biasanya dipandang sbg refleksi kecemasan atau perilaku negative.
• Emosi atau affect display: yang dapat disengaja atau tidak, dapat menyertai pesan verbal maupun berdiri sendiri yang bentuknya: marah, menghina, malu, takut, gembira, sedih dan terkejut.Affect display yang berbeda dapat diungkapkan secara bersamaan disebut Affect Blend.
b.
Teori
Tindakan
Morris mengemukakan suatu pandangan kinesic yang lebih didasarkan pada
tindakan dimana perilaku tidak terbentuk dengan sendirinya, melainkan terbagi ke dalam suatu rangkaian panjang peristiwa yang terpisah-pisah yaitu:
• Inborn (pembawaan): inting yang dimiliki sejak lahir, spt perilaku menyusu.
• Discovered (ditemukan): diperoleh secara sadar dan terbatas pada struktur genetic tubuh spt menyilangkan kaki.
• Absorved (diserap): diperoleh secara tidak sadar melalui interaksi dengan orang lain (teman) spt meniru ekspresi atau gerakan seseorang.
• Trained (dilatih): diperoleh dengan belajar spt berjalan, mengetik, dll.
• Mixed (campuran): diperoleh melalui berbagai macam cara diatas.
Morris mengemukakan suatu pandangan kinesic yang lebih didasarkan pada
tindakan dimana perilaku tidak terbentuk dengan sendirinya, melainkan terbagi ke dalam suatu rangkaian panjang peristiwa yang terpisah-pisah yaitu:
• Inborn (pembawaan): inting yang dimiliki sejak lahir, spt perilaku menyusu.
• Discovered (ditemukan): diperoleh secara sadar dan terbatas pada struktur genetic tubuh spt menyilangkan kaki.
• Absorved (diserap): diperoleh secara tidak sadar melalui interaksi dengan orang lain (teman) spt meniru ekspresi atau gerakan seseorang.
• Trained (dilatih): diperoleh dengan belajar spt berjalan, mengetik, dll.
• Mixed (campuran): diperoleh melalui berbagai macam cara diatas.
2. Pendekatan
Antropologis
Pendekatan yang dikemukakan oleh Birdwhistell dan Edward T. Hall ini menempatkan kultur sebagai bagian penting dalam studi komunikasi nonverbal dipelajari melalui aturan-aturan sosial yang berbeda antara kultur 1 dengan lainnya dan subkultur 1 dengan lainnya.
Pendekatan yang dikemukakan oleh Birdwhistell dan Edward T. Hall ini menempatkan kultur sebagai bagian penting dalam studi komunikasi nonverbal dipelajari melalui aturan-aturan sosial yang berbeda antara kultur 1 dengan lainnya dan subkultur 1 dengan lainnya.
a.
Analogi
Linguistik
Menurut Birdwhistell, dalam komunikasi nonverbal terdapat bunyi nonverbal yang disebut allokines yaitu satuan gerakan tubuh terkecil yang seringkali tidak dapat terdeteksi, dimana kombinasinya akan membentuk kines dalam suatu bentuk serupa dengan bahasa verbal yang disebut Analogi Linguistik. Birdwhistell juga menjelaskan bahwa fenomena parakinesic (yaitu kombinasi gerakan yang dihubungkan dengan komunikasi verbal) dapat dipelajari melalui struktur gerakan. Struktur ini mencakup tiga factor: intensitas dari tegangan yang tampak dari otot, durasi dari gerakan yang tampak, dan luasnya gerakan.
Menurut Birdwhistell, dalam komunikasi nonverbal terdapat bunyi nonverbal yang disebut allokines yaitu satuan gerakan tubuh terkecil yang seringkali tidak dapat terdeteksi, dimana kombinasinya akan membentuk kines dalam suatu bentuk serupa dengan bahasa verbal yang disebut Analogi Linguistik. Birdwhistell juga menjelaskan bahwa fenomena parakinesic (yaitu kombinasi gerakan yang dihubungkan dengan komunikasi verbal) dapat dipelajari melalui struktur gerakan. Struktur ini mencakup tiga factor: intensitas dari tegangan yang tampak dari otot, durasi dari gerakan yang tampak, dan luasnya gerakan.
b.
Analogi
Kultural
Analogi cultural yang dikemukakan oleh Edward T. Hall membahas komunikasi nonverbal dari aspek proxemics dan chronemics. Proxemics mengacu kepada penggunaan ruang sebagai ekpresi spesifik dari kultur yang terdiri dari tiga jenis:
(1) informal space (ruang terdekat yang mengitari kita/personal space), (2) fixedfeature space (benda di lingkungan kita yang relative sulit bergerak/dipindahkan
spt rumah, tembok, dll) dan (3) semifixed-feature space (barang2 yang dapat
dipindahkan yg berada dalam fixed-feature space).
Chronemics atau waktu menurut Hall, ditemukan dalam berbagai kultur dalam bentuknya yang berbeda-beda dan memiliki (1) formal time > mencakup susunan dan siklus, memiliki nilai, memilki durasi dan kedalaman, (2) informal time > ungkapan: sebentar lagi, nanti atau sekarang, (3) technical time > menggambarkan penggunaan secara lbh spesifik spt kilometer per jam, tahun matahari atau meter per detik.
Analogi cultural yang dikemukakan oleh Edward T. Hall membahas komunikasi nonverbal dari aspek proxemics dan chronemics. Proxemics mengacu kepada penggunaan ruang sebagai ekpresi spesifik dari kultur yang terdiri dari tiga jenis:
(1) informal space (ruang terdekat yang mengitari kita/personal space), (2) fixedfeature space (benda di lingkungan kita yang relative sulit bergerak/dipindahkan
spt rumah, tembok, dll) dan (3) semifixed-feature space (barang2 yang dapat
dipindahkan yg berada dalam fixed-feature space).
Chronemics atau waktu menurut Hall, ditemukan dalam berbagai kultur dalam bentuknya yang berbeda-beda dan memiliki (1) formal time > mencakup susunan dan siklus, memiliki nilai, memilki durasi dan kedalaman, (2) informal time > ungkapan: sebentar lagi, nanti atau sekarang, (3) technical time > menggambarkan penggunaan secara lbh spesifik spt kilometer per jam, tahun matahari atau meter per detik.
3. Pendekatan
Fungsional
Teori ini tidak menaruh perhatian pada apakah penandaan nonverbal merupakan pembawaan yang bersifat universal dan alamiah, atau diperoleh melalui belajar dan dipengaruhi oleh spesifikasi cultural. Teori-teori fungsional lebih menekankan pada fungsi, peran dan hasil yang diperoleh dari penggunaan perilaku nonverbal dalam situasi komunikasi.
Teori ini tidak menaruh perhatian pada apakah penandaan nonverbal merupakan pembawaan yang bersifat universal dan alamiah, atau diperoleh melalui belajar dan dipengaruhi oleh spesifikasi cultural. Teori-teori fungsional lebih menekankan pada fungsi, peran dan hasil yang diperoleh dari penggunaan perilaku nonverbal dalam situasi komunikasi.
a. Teori Metaforis dari Mehrabian
Teori Mehrabian menempatkan perilaku nonverbal ke dalam pengelompokkan fungsi dalam tiga kontinum: (1) dominan submisif (2) menyenangkan tidak menyenangkan (3) menggairahkan tidak menggairahkan. Tiap kontinum dianalisis melalui tiga metafora: (1) kekuasan dan status (2) kesukaan (3) tingkat responsif. Teori Mehrabian dapat diterapkan pada semua komunikasi nonverbal, meskipun paling sesuai untuk diterapkan pada penandaan kinesic paralanguage, sentuhan dan jarak/ruang.
Teori Mehrabian menempatkan perilaku nonverbal ke dalam pengelompokkan fungsi dalam tiga kontinum: (1) dominan submisif (2) menyenangkan tidak menyenangkan (3) menggairahkan tidak menggairahkan. Tiap kontinum dianalisis melalui tiga metafora: (1) kekuasan dan status (2) kesukaan (3) tingkat responsif. Teori Mehrabian dapat diterapkan pada semua komunikasi nonverbal, meskipun paling sesuai untuk diterapkan pada penandaan kinesic paralanguage, sentuhan dan jarak/ruang.
b. Teori Equilibrium
Michael Argyle dan Lanet Dean mengemukakan suatu teori komunikasi nonverbal yang didasarkan pada suatu metafora keintiman-equilibrium, bahwa setiap kita berinteraksi, kita mengalami atau menggunakan seluruh saluran komunikasi yang ada, dan suatu perubahan dalam suatu saluran nonverbal akan menghasilkan perubahan pada saluran lainnya sebagai kompensasi, misalnya pendekatan dan penghindaran.
Michael Argyle dan Lanet Dean mengemukakan suatu teori komunikasi nonverbal yang didasarkan pada suatu metafora keintiman-equilibrium, bahwa setiap kita berinteraksi, kita mengalami atau menggunakan seluruh saluran komunikasi yang ada, dan suatu perubahan dalam suatu saluran nonverbal akan menghasilkan perubahan pada saluran lainnya sebagai kompensasi, misalnya pendekatan dan penghindaran.
c. Teori Fungsional dari Patterson
Patterson mengemukakan bahwa komunikasi nonverbal memiliki lima fungsi: (1)
memberikan informasi, (2) mengekspresikan keintiman, (3) mengatur interaksi/giliran berbicara, (4) melaksanakan control sosial—digunakan ketika kita mengekspresikan pandangan dan (5) membantu pencapaian tujuan—misalnya sentuhan.
Patterson mengemukakan bahwa komunikasi nonverbal memiliki lima fungsi: (1)
memberikan informasi, (2) mengekspresikan keintiman, (3) mengatur interaksi/giliran berbicara, (4) melaksanakan control sosial—digunakan ketika kita mengekspresikan pandangan dan (5) membantu pencapaian tujuan—misalnya sentuhan.
d. Teori Fungsional Komunikatif
Teori yang dikemukakan oleh Burgoon ini memfokuskan kepada kegunaan, motif atau hasil komunikasi, yang bukan sekedar pada apa yang ditampilkan oleh perilaku nonverbal, tetapi juga pada hubungan antara perilaku tersebut dengan tujuan-tujuan yang ada dibaliknya.
Teori yang dikemukakan oleh Burgoon ini memfokuskan kepada kegunaan, motif atau hasil komunikasi, yang bukan sekedar pada apa yang ditampilkan oleh perilaku nonverbal, tetapi juga pada hubungan antara perilaku tersebut dengan tujuan-tujuan yang ada dibaliknya.
Langganan:
Postingan (Atom)